Rabu, 25 Oktober 2017

Hutan Mati Papandayan, akhirnya kesampaian juga!

Ketika baru tau soal gunung menggunung, aku tertarik pada Lawu karena ada warung diatas gunung dan Hutan matinya Papandayan. Hutan matinya terlihat artistik aja dimata.




Cerita tentang perjalanan ke Papandayan nih ya...
Kalau gak salah awal tahun bulan Januari atau Februari rencana naik sama 4 orang teman dari Banjarbaru dan 1 teman SMA aku yang ada di Bandung. Teman aku yang di Bandung ini dia kuliah di Itenas ( IG nya @ayammkampus_). Dia udah sepuh banget masalah mendaki gunung lewati lembah.
Sesampainya di Bandung ternyata 3 orang teman yang lain memutuskan untuk cancel ke papandayan karena suatu dan lain hal. Akhirnya kita hanya naik bertiga. Oke, gak jadi masalah. Kita berangkat dari Bandung ke Garut kalau gak salah sore gitu naik bus atau elf atau apalah aku lupa. Yang jadi masalah adalah aku orangnya mabuk darat apalagi kalau aku duduk di bagian belakang. Mau naik mobil, bus, atau apapun, kalau posisi duduk ku di belakang, selesai lah semua pasti muntah-muntah. Untungnyaaaah, aku muntah disaat yang hampir tepat yaitu ketika tiba dibawah kaki gunung. Karena badan sudah mulai lemah letih lesu, kita minta berhenti, walau tujuan berhenti sebenarnya bukan disitu.
Waktu menunjukan pukul sekian sekian malam (lupa cuy haha). Kita istirahat di minimarket gitu. Kurang lebih sejam dua jam waktu berlalu, kita ditawarin ojek sama bapak-bapak gitu. Tanpa pikir panjang kita langsung cabut dengan 3 motor. Seingat saya sih jalan menuju basecamp beraspal. Semakin menanjak dan semakin jauh, udara pun semakin terasa dinginnya.
Tadaaaaaa.... sampai lah kita ditempat registrasi. Disana banyak warung. Kalau kalian mau ngecamp di Camp David, kalian harus berjalan lagi sekitar mungkin 500 meter (kalau gak salah ingat ya) dari pos registrasi. Gak mesti jalan kaki, bisa kok diantar pakai ojek ke camp nya.
Tapi, berhubung aku sudah ngantuk banget, akhirnya tergeletak lah aku di pendopo warung. Dalam hitungan detik aku pun tertidur.
***
Kita mulai melakukan pendakian pagi hari. Spot pertama yang menyambut kita adalah kawah papandayan dengan bau belerangnya yang merasuk melalui sela-sela bulu hidung. Disini kalian bakal lihat perjuangan orang-orang yang memakai motor buat naik ke pondok saladah. Siapa ya orang yang naik pakai motor disana??? Mereka adalah bapak-bapak atau ibu-ibu yang jualan di warung-warung pondok saladah.

Jadi kalian gak perlu khawatir masalah air dan makanan. Gak perlu capek-capek bawa. Disana udah fasilitas lengkap. Yah kecuali kalau kalian emang mau masak sendiri dengan menu yang sudah kalian rencanakan. Dan mungkin salah satunya warung ini lah yang menjadi penyebab kenapa Gunung Papandayan cocok untuk pendaki pemula. Dan kita memutuskan untuk ngecamp di pondok saladah. Disana ada wc, ada pondokan kecil buat shalat, tempat buat wudhu juga tersedia.

Maghrib pun tiba. Aku dan ka Didi mulai mengambil air wudhu. Alamaaaaak, kaku semua lah otot wajah karena airnya yang dingin. Setelah selesai shalat kita kembali ke tenda. Aku mulai memasak air, untuk membuat mie dan kopi. Sambil menunggu kantuk, kita bermain kartu.
***
Pagi pun tiba lagi. Kita mulai beberes. Lalu kembali melanjutkan perjalan menuju spot idamanku. Setapak demi setapak, disambut dengan edelweiss sang bunga abadi. Naik turun maju mundur cantik daaaaan tibalah ditanah lapang dengan batang batang pohon yang sudah tak berdaun. Kesunyiannya benar-benar mati dan aku benar-benar merasa hidup diantara mereka yang mati. Terima kasih Adien sudah menemani sampai kesini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ergonomi dan Faal Kerja

Berikut saya sajikan contoh b agian tubuh yang tidak ergonomis beserta alasannya dari berbagai macam bidang  profesi, serta saran yang diber...