BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Laboratorium Klinik
Menurut Permenkes RI No 26 Tahun 2018, laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan
pemulihan kesehatan. Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya terbagi menjadi dua yaitu laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus.
Laboratorium klinik umum adalah laboratorium yang melaksanakan pelayanan
pemeriksaan spesimen klinik di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi
klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik. Contohnya adalah
Laboratorium Rumah Sakit. Klasifikasi laboratorium klinik umum antara lain:
1.
Laboratorium klinik
umum pratama, yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik dengan kemampuan pemeriksaan terbatas dengan teknik sederhana.
Contohnya Laboratorium Puskesmas.
2.
Laboratorium klinik
umum madya, yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik dengan kemampuan pemeriksaan tingkat laboratorium klinik umum
pratama dan pemeriksaan imunologi dengan teknik sederhana.Contohnya
Laboratorium Rumah Sakit type C.
3.
Laboratorium klinik
umum utama, yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik dengan kemampuan pemeriksaan lebih lengkap dari laboratorium
klinik umum madya dengan teknik automatik. Contohnya adalah Laboratorium Rumah
Sakit Type A dan B.
Laboratorium klinik
khusus adalah laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen
klinik pada 1 (satu) bidang pemeriksaan khusus dengan kemampuan tertentu. Klasifikasi laboratorium klinik khusus antara
lain:
1.
Laboratorium mikrobiologi klinik, yaitu laboratorium
yang melaksanakan pemeriksaan mikroskopis, biakan, identifikasi bakteri, jamur,
virus, dan uji kepekaan.
2.
Laboratorium parasitologi klinik, yaitu laboratorium
yang melaksanakan pemeriksaan identifikasi parasit atau stadium dari parasit
baik secara mikroskopis dengan atau tanpa pulasan, biakan atau imunoesai.
3.
Laboratorium patologi anatomi, yaitu
laboratorium yang melaksanakan pembuatan preparat histopatologi, pulasan khusus
sederhana, pembuatan preparat sitologi, dan pembuatan preparat dengan teknik
potong beku.
2.2
Manajemen K3
Mengingat
besamya risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat
kegiatan laboratorium, maka diperlukan pengelolaan K3 Laboratorium yang baik
melalui penerapan manajemen K3. Penerapan manajemen K3 adalah agar seluruh
kegiatan K3 dapat terlaksana melalui proses identifikasi, perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi serta kegiatan pengendalian, pengawasan,
dengan baik. Penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan K3 adalah Kepala
laboratorium. Dalam prakteknya Kepala laboratorium dapat membentuk Tim K3 atau
menunjuk petugas K3. Tim K3 terdiri dari Ketua dan beranggotakan staf yang
memahami K3 dari berbagai unit yang ada di setiap laboratorium. Tugas dari Tim K3 antara lain:
1.
Identifikasi
Pengenalan
dari berbagai bahaya dan risiko kesehatan di tempat dan lingkungan kerja
biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (walk through survey).
Untuk dapat mengenal bahaya dan risiko lingkungan kerja dengan baik dan tepat
diperlukan informasi mengenai:
-
Alur proses dan cara
kerja yang digunakan
-
Bahan kimia, media dan
reagen yang digunakan
-
Spesimen yang diperiksa
-
Sarana prasarana dan
alat laboratorium
-
Limbah yang dihasilkan
-
Efek kesehatan dari
semua bahan berbahaya di tempat dan lingkungan kerja
-
Perkiraan petugas yang
potensial terpapar/terpajan
2.
Perencanaan
Langkah pertama yaitu analisa
situasi kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium. Analisa situasi
dilakukan dengan
melihat sumber daya yang kita miliki, sumber dana yang tersedia dan bahaya
potensial apa yang mengancam laboratorium.
Kedua, identifikasi masalah kesehatan dan
keselamatan kerja di laboratorium dan bahaya potensial di laboratorium.
Identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilakukan dengan
mengadakan inspeksi tempat kerja. Dari kegiatan ini kita dapat menemukan masalah-masalah
kesehatan dan keselamatan kerja.
Ketiga, alternatif rencana upaya
penanggulangannya. Dari masalah-masalah yang ditemukan dicari alternatif upaya
penanggulangannya berdasarkan dana dan daya yang tersedia. Keluaran yang
diharapkan dari kegiatan perencanaan antara
lain:
-
Adanya denah lokasi
bahaya potensial
-
Rumusan alternatif
rencana upaya penanggulangannya
Adanya denah lokasi
bahaya potensial diruang Kepala laboratorium memberikan gambaran kepedulian
Kepala laboratorium akan risiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas.
3.
Pelaksanaan
a.
Melaksanakan
sosialisasi K3 kepada seluruh karyawan dalam bentuk pelatihan, penyuluhan, dan
lain-lain.
b.
Membuat protap
(prosedur tetap) pelaksanaan K3 di unit laboratorium masing-masing dan
melakukan revisi apabila diperlukan.
c.
Meningkatkan kerjasama
antara personil Tim K3 melalui pertemuan secara berkala untuk membahas
pelaksanaan tugas Tim K3 dari kendala yang ada.
d.
Membuat laporan
pelaksanaan kegiatan K3.
e.
Mengkoordinasi
pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan imunisasi karyawan.
4.
Pengawasan
a.
Melakukan pengawasan
dan pengendalian penerapan program K3 Laboratorium.
b.
Melakukan penyelidikan sesuai kebutuhan di
dalam laboratorium jika terjadi pelepasan bahan infeksi dan bahan berbahaya.
c.
Melaporkan kejadian
yang berkaitan dengan K3 kepada pihak yang berwenang sesuai kebutuhan.
d.
Mencatat kejadian atau
masalah K3 di laboratorium.
5.
Melaksanakan
Upaya-upaya Perbaikan (Continues Improve-Ment)
a.
Menetapkan kebutuhan
tahun depan.
b.
Memperbaiki sistem,
prosedur dan manajemen yang kurang
2.3
Identifikasi Ancaman Bahaya
Ancaman bahaya yang
mengakibatkan risiko gangguan kesehatan dan keselamatan bagi petugas
laboratorium perlu di identiflkasi yang dapat berasal dari faktor kimiawi. Penggolongan bahan
kimia yang mengakibatkan gangguan kesehatan (health hazard - H) antara lain:
-
Karsinogen, bahan kimia yang sudah
dievaluasi oleh NTP ( National Toxicology program), IARC ( lntemational Agency
for Research on Cancer ) dan ditetapkan oleh OSHA ( Occupational Safety and
Health Administration).
-
Korosif, bahan kimia yang
mengakibatkan kerusakan ireversibel pada jaringan karena reaksi kimiawi yang
terjadi pada daerah yang terpapar. Contoh: asam dan basa.
-
Toksik, bahan toksik jika
tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut
atau kronik, bahkan kematian pada manusia, tanaman atau binatang, Contoh:
chlorride pentachloroethane, perchlorocthylene, tetrachloromethane,
trichloroethane, trichloroethylene.
-
Lritan, bahan kimia ini tidak
korosif tetapi dapat mengakibatkan pembengkakan jaringan karena reaksi kimia
yang terjadi di daerah yang terpapar. Contoh: akrolin, amoniak, dioksan.
-
Sensitizer, bahan kimia ini
mengakibatkan reaksi alergi pada jaringan yang sering terpapar, seperti keton.
Berdasarkan jenis dari
sifat bahan kimia, maka untuk mencegah bahaya yang timbul, bahan kimia yang
mengakibatkan gangguan kesehatan harus diberi tanda atau label. Tingkat bahaya
terhadap kesehatan dari bahan kimia dapat dilihat dari angka yang tertulis pada
bagian label kemasan berwarna biru. Rinciannya antara lain:
4: Dapat menyebabkan kematian atau luka parah meskipun telah mendapat pengobatan
3: Dapat menyebabkan luka serius meskipun telah mendapai pengobatan
2: Dapat menyebabkan luka dan membutuhkan pengobatan segera.
1: Dapat menyebabkan iritasi jika tidak diobati
0: Tidak menimbulkan bahaya.
4: Dapat menyebabkan kematian atau luka parah meskipun telah mendapat pengobatan
3: Dapat menyebabkan luka serius meskipun telah mendapai pengobatan
2: Dapat menyebabkan luka dan membutuhkan pengobatan segera.
1: Dapat menyebabkan iritasi jika tidak diobati
0: Tidak menimbulkan bahaya.
2.4
Pencegahan
Ada dua cara melakukan pencegahan yaitu secara umum
dan secara khusus. Pencegahan secara umum antara lain:
1.
Ruangan
-
Kebersihan ruang
laboratorium harus selalu terjaga.
-
Permukaan meja kerja harus
selalu dibersihkan setelah selesai bekerja dan jika terjadi tumpahan bahan yang
potensial berbahaya.
-
Lantai harus bersih,
kering, tidak licin dan ada saluran pernbuangan.
-
Suhu ruangan antara 22o-27oC dengan kelembaban
nisbi 50-70%.
-
Udara dalam ruang harus
dibuat mengalir searah (dari ruang bersih keruang kotor).
-
Dinding hendaknya dicat
dengan bahan epoksi, permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, tidak tembus
cairan dan tahan terhadap disinfektan.
-
Label internasional
untuk "BIOHAZARD/LABEL BAHAYA" harus terpasang di pintu masuk
laboratorium yang menangani kelompok mikroorganisme risiko 2,3 dan 4.
-
Pintu laboratorium
harus selalu tertutup jika petugas sedang bekerja, mereka yang tidak
berkepentingan dilarang masuk.
2.
Peralatan
-
Sarung tangan harus
dilepas bila menerima telepon.
-
Penggunaan pipet dengan
mulut tidak diperkenankan.
-
Penyimpanan jas
laboratorium tidak boleh dalam satu lemari dengan pakaian lain yang dipakai
diluar laboratorium.
-
Diwajibkan memakai
sarung tangan plastik karet tipis selama bekerja.
-
Setelah dipakai, sarung
tangan harus dilepas secera aseptik dan dimasukkan ke dalam autoklaf sebelum
dibuang bersama limbah laboratorium lainnya, kemudian petugas mencuci tangan
sampai bersih.
-
Sarung tangan yang akan
dipakai kembali ( reusable ) dicuci dulu pada saat masih dipakai, setelah
dilepas dilakukan dekontaminasi dan desinfeksi.
-
Penyimpanan harus
sesuai prosedur kerja.
3.
Sistem atau Prosedur
-
Penggunaan bahan-bahan
harus sesuai dengan ukuran.
-
Semua prosedur tetap
yang tersedia harus dilaksanakan dan diperhatikan untuk mencegah atau
meminimalisasi terbentuknya aerosol atau tetesan.
-
Semua prosedur tetap
harus dilaksanakan untuk mencegah atau meminimalisasi bahaya atau kecelakan
akibat keja.
-
Semua limbah atau bahan
yang terkontaminasi, specimen dan kultur harus dilakukan dekontaminasi sebelum
dibuang atau akan digunakan kembali.
-
Limbah infeksius
hendaknya dimasukkan kedalam kantung ptastik sesuai dengan kode dan warnanya
untuk dikelola.
-
Seluruh petugas
laboratorium harus selalu mencuci tangan setelah menangani bahan infeksius atau
hewan percobaan, dan sebelum meninggalkan ruangan laboratorium.
-
Jas laboratorium, hanya
boleh dipakai di ruang laboratorium.
-
Penyimpanan pakaian
pelindung diri tidak boleh dalam satu lemari dengan pakaian yang dipakai di
luar ruang kerja laboratorium.
-
Harus ada program anti
tikus dan rodensia perlu dijaga dari masuknya hewan bukan untuk percobaan.
-
Setelah dipakai, sarung
tangan harus dilepas secara aseptik dan dimasukkan kedalam autoklaf dulu
sebeium dibuang bersama limbah laboratorium lainnya, kemudian petugas mencuci
tangan dengan bersih.
-
Sarung tangan yang akan
dipakai kembali (reusable) dicuci dulu pada saat masih dipakai, setelah dilepas
dilakukan dekontaminasi dan disinfeksi.
-
Harus petugas kesehatan
yang menguasai permasalahan yang ditugaskan untuk mengevaluasi, memantau dan
mengobati bagi petugas yang bekerja di laboratorium.
4.
Petugas
-
Makan, minum, merokok,
menyimpan makanan serta menggunakan kosmetik didalam ruang laboratorium tidak
ciiperkenankan.
-
Anting-anting tidak
diperbolehkan dipakai selama bekerja.
-
Rambut panjang harus
diikat selama bekerja.
-
Tidak diperkenankan
menggunakan pipet isap mulut.
-
Seluruh petugas
laboratorium harus selalu mencuci tangan setelah menangani bahan infeksius atau
hewan percobaan dan sebelum meninggalkan ruang laboratorium.
-
Jangan menggunakan
ludah untuk merekatkan label.
-
Pakailah kacamata
pelindung, kaca pelindung wajah (visors) atau alat pelindung diri lainnya jika
menangani obyek yang mudah menyemprot atau memantul ke tubuh kita.
-
Seluruh petugas yang
menangani bahan infeksius atau hewan infeksius harus memakai sarung tangan
untuk menghindari penularan melalui kontak langsung dengan spesimen darah.
-
Jangan memakai sepatu
terbuka diruang laboratorium.
-
Petugas harus melapor
semua kejadian baik berupa tumpahan, kecelakaan kerja atau terpapar dengan
bahan potensial berbahaya atau infeksius lainnya kepada penanggung jawab K3
secara tertulis.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penanganan bahan kimia di laboratorium secara
khusus antara lain:
1.
Material safety deta
sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang terdapat di laboratorium harus
tersedia di tempat kerja dan diketahui seluruh petugas laboratorium.
2.
Bahan kimia tidak
diisap melalui pipet dengan mulut tetapi dengan menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan berbahaya dan terhirupnya aerosol.
3.
Gunakanlah peralatan
pelindung seperti pelindung mata dan muka, sarung tangan karet, celemek
(apron), jas laboratorium yang tepat pada saat menangani bahan kimia, terutama bahan
pelarut organik.
4.
Gunakanlah pelindung
mata yang tepat jika bekeria dengan bahan atau alat yang dapat menimbulkan
bahaya pecahan, percikan atau radiasi gelombang perusak mata. Pelindung mata
harus menutup rapat daerah sekitar mata dan tahan terhadap percikan bahan
kimia.
5.
Hindari pemakaian lensa
kontak pada waktu menangani bahan kimia, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
6.
Gunakan alat pelindung
pernapasan dengan benar pada saat menangani gas toksik.
-
Alat
pelindung pernapasan uap digunakan apabila menangani uap toksik berkekuatan
rendah.
-
Alat
pelindung pernapasan terhadap gas digunakan apabila menangani gas toksik
berkekuatan tidak lebih dari 2% volume atau 20.000 ppm di udara lingkungan
kerja.
-
Alat pelindung
pernapasan dengan tabung udara yang menyalurkan udara murni untuk waktu
terbatas digunakan dalam situasi mendadak.
7.
Penumpukan bahan kimia
digudang lihat aturan Permenaker No 187 tahun 1999 (batas jumlah yang disimpan,
bagaimana cara menumpuknya).
Simbol bahaya kimia
adalah suatu pictogram berlatar belakang orange dengan garis batas dan gambar
berwarna hitam. Bahan-bahan kimia yang ada di laboratorium memiliki sifat yang
beraneka ragam. Untuk membedakan antara bahan kimia berbahaya dengan bahan
kimia yang tidak berbahaya diperlukan suatu simbol khusus yang bersifat
universal. Simbol bahan kimia berbahaya tersebut antara lain:
1. Explosive (Mudah Meledak)
1. Explosive (Mudah Meledak)
Ledakan pada bahan
tersebut bisa terjadi karena beberapa penyebab, misalnya karena benturan,
pemanasan, pukulan, gesekan, reaksi dengan bahan kimia lain, atau karena adanya
sumber percikan api. Ledakan pada bahan kimia dengan simbol ini dapat terjadi
meski dalam kondisi tanpa oksigen. Beberapa contoh bahan kimia dengan sifat
explosive misalnya TNT, ammonium nitrat, dan nitroselulosa. Bekerja dengan
bahan kimia yang mudah meledak membutuhkan pengalaman praktis sekaligus
pengetahuan. Menghindari hal-hal yang dapat memicu ledakan sangat penting
dilakukan untuk mencegah risiko fatal bagi keselamatan diri.
2. Oxidizing
(Mudah Teroksidasi)
Penyebab terjadinya
kebakaran umumnya terjadi akibat reaksi bahan tersebut dengan udara yang panas,
percikan api, atau karena raksi dengan bahan-bahan yang bersifat reduktor.
Adapun beberapa contoh bahan kimia dengan sifat ini misalnya hidrogen peroksida
dan kalium perklorat. Frase-R untuk bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9.
3. Flammable
(Mudah Terbakar)
Bahan mudah terbakar
dibagi menjadi 2 jenis yaitu Extremely Flammable (amat sangat mudah terbakar)
dan Highly Flammable (sangat mudah terbakar). Bahan dengan label Extremely
Flammable memiliki titik nyala pada suhu 0 derajat Celcius dan titik didih pada
suhu 35 derajat Celcius. Bahan ini umumnya berupa gas pada suhu normal dan
disimpan dalam tabung kedap udara bertekanan tinggi. Frase-R untuk bahan amat
sangat mudah terbakar adalah R12. Bahan dengan label Highly Flammable memiliki
titik nyala pada suhu 21 derajat Celcius dan titik didih pada suhu yang tak
terbatas. Pengaruh kelembaban pada terbakar atau tidaknya bahan ini sangat
besar. Oleh karena itu, mereka biasanya disimpan pada kondisi kelembaban
tinggi. Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar yaitu R11.
4. Toxic
(Beracun)
Keracunan yang bisa
diakibatkan bahan kimia tersebut bisa bersifat akut dan kronis, bahkan bisa
hingga menyebabkan kematian pada konsentrasi tinggi. Keracunan karena bahan
dengan simbol di atas bukan hanya terjadi jika bahan masuk melalui mulut. Ia
juga bisa meracuni lewat proses pernafasan (inhalasi) atau melalui kontak
dengan kulit. Beberapa contoh bahan kimia bersifat racun misalnya arsen
triklorida dan merkuri klorida. Bekerja dengan bahan-bahan tersebut harus
memperhatikan keselamatan diri. Hindari kontak langsung dengan kulit, menelan,
serta gunakan selubung masker untuk mencegah uapnya masuk melalui pernafasan.
5. Harmful
Irritant (Bahaya Iritasi)
Simbol bahan kimia ini
sebetulnya terbagi menjadi 2 kode, yaitu kode Xn dan kode Xi. Kode Xn
menunjukan adanya risiko kesehatan jika bahan masuk melalui pernafasan
(inhalasi), melalui mulut (ingestion), dan melalui kontak kulit, contoh bahan
dengan kode Xn misalnya peridin. Sedangkan kode Xi menunjukan adanya risiko
inflamasi jika bahan kontak langsung dengan kulit dan selaput lendir, contoh
bahan dengan kode Xi misalnya ammonia dan benzyl klorida. Frase-R untuk bahan
berkode Xn yaitu R20, R21 dan R22, sedangkan untuk kode Xi yaitu R36, R37, R38
dan R41.
6. Corrosive
(Korosif)
Karakteristik bahan
dengan sifat ini umumnya bisa dilihat dari tingkat keasamaannya. pH dari bahan
bersifat korosif lazimnya berada pada kisaran < 2 atau >11,5. Beberapa
contoh bahan dengan simbol ini misalnya belerang oksida dan klor. Jangan
menghirup uap dari bahan ini, jangan pula membuatnya kontak langsung dengan
mata dan kulit. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.
7. Dangerous
for Enviromental (Bahan Berbahaya bagi Lingkungan)
Melepasnya langsung ke
lingkungan, baik itu ke tanah, udara, perairan, atau ke mikroorganisme dapat menyebabkan
kerusakan ekosistem. Beberapa contoh bahan dengan simbol ini misalnya
tetraklorometan, tributil timah klorida, dan petroleum bensin. Frase-R untuk
bahan berbahaya bagi lingkungan yaitu R50, R51, R52 dan R53.
Gambar 2.1 Simbol Bahan Kimia Berbahaya
2.5
Penerapan K3 Jika Terjadi Bahaya
Jika terjadi kecelakaan
atau kedaruratan, harus dilakukan tindakan segera (emergency respons) dan
melakuken P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ) agar tidak terjadi akibat
yang fatal baik bagi petugas, tempat dan lingkungan kerja. Tindakan segera
secara umum antara lain:
-
Beritahukan kepada seluruh
petugas, lakukan dengan tenang.
-
Bunyikan alarm.
-
Informasikan kepada
tim/petugas K3. Kalau perlu kepada
petugas
pemadam kebakaran, polisi, kelurahan, rumah sakit dan sebagainya.
-
lkuti prosedur yang
berlaku.
Tindakan segera secara
khusus untuk beberapa kondisi, antara lain:
1.
Tumpahan dan kebocoran
bahan kimia
-
Cucilah mata atau kulit
di pancuran air (shower terdekat bila terkena bahan kimia).
-
lkuti semua petunjuk
Material Safety Data Sheet (MSDS) tentang proses netralisasi bahan kimia yang
bocor atau tumpah tersebut sebaik-baiknya.
-
Bila tumpahan
diperkirakan dapat menimbulkan kebakaran dan peledakan segera tinggalkan
ruangan.
2.
Terlepasnya Bahan
Infeksius
-
Lakukan dekontaminasi
ruangan dengan segera.
-
Gunakan pakaian
pelindung diri yang memadai.
-
Bawalah korban ke unit
gawat darurat rumah sakit terdekat, ambilah dan periksa darah korban sebelum
dilakukan tindakan medis.
3.
Keracunan melalui jalan
tertelan (ingestion)
-
Periksalah
bibir dan rongga mulut korban.
-
Keluarkan sedapat
mungkin bahan-bahan yang tersisa dari mulut korban.
-
Lakukan
bantuan pernafasan buatan secara manual bila diperlukan.
-
Cobalah
untuk membantu korban memuntahkan bahan kimia yang tertelan. Caranya pukullah
punggung atas dengan posisi kepala korban menunduk. Bantuan untuk memuntahkan
ini tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan asam keras, kaustik, produk
petroleum, hydrogen peroksida, karena akan dapat mengakibatkan iritasi pada
saluran pernafasan atas, eosofagus dan laring. Pada situasi ini encerkan bahan
racun yang sudah berada di lambung dengan air atau susu.
-
Ambillah sampel dari
bahan muntahan jika memungkinkan sebagai bahan analisa.
-
Letakkan spatel yang
sudah dibungkus kasa diantara gigi atas dan bawah korban kalau kejang. Bila
kejang-kejang sudah mereda, tengkurapkan korban agar cairan yang ada di dalam
mulut korban dapat keluar dengan mudah.
-
Longgarkan pakaian
korban terutama di sekitar leher, dada dan pinggang.
4.
Keracunan melalui
kontak langsung
-
Bila kena mata keluarkan lensa kontak
(bila memakai), cucilah
mata yang terkena dengan semprotan air selama 15 menit, jangan menggunakan salep
mata atau bahan netralisasi.
-
Bila kena kulit cuci tangan sehingga
bersih jika bahan kimia mengenai kulit, mandikan korban di pancuran dan
pakailah apron dan sarung tangan, bersihkan
dengan teliti lipatan atau rongga tubuh korban. Posisi kepala korban harus
lebih tinggi dari tubuh untuk menghindari cipratan ke mata korban, semprotan air ke tubuh
dan cuci mata ini bisa dilakukan dengan posisi korban duduk dengan kepala
mengadah.
2.6
Pengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah
untuk buangan bahan berbahaya dan beracun antara lain:
1.
Netralisasi, limbah
yang bersifat asam dinetralkan
dengan basa seperti kapur tohor (CaO) atau Ca(OH)2 sebaiknya, limbah yang
bersifat basa dinetralkan dengan asam sulfat atau asam klorida. Parameter
netralisasi adalah pH dan sebagai indikator dapat digunakan fenolftalein. Zat
ini akan berubah warna pada pH 6-8
sehingga cukup aman digunakan jika syarat
pH
limbah berkisar antara 6,5-8,5.
2.
Pengendapan, koagulasi
dan flokulasi. Kontaminan logam
berat dalam limbah cair dapat dipisahkan
dengan pengendapan, koagulasi dan flokulasi. Tawas, garam besi dan kapur amat efektif untuk mengendapkan logam berat dan partikel
koloitnya.
3.
Oksidasi-reduksi, terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi
oksidasi-reduksi
sehingga terbeniuk zat yang kurang/tidak toksik.
2.7
Peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Berbagai
peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan K3 yaitu peralatan yang dipakai
petugas dan peralatan lain serta bahan-bahan habis pakai yang harus tersedia di
laboratorium sebagai pelindung diri, pencegahan dan penanggulangan terhadap
risiko yang mungkin terjadi dilaboratorium. Daftar peralatan tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Peralatan K3 dan Bahaya
yang Dicegah
No
|
Alat
|
Bahaya
Yang Dicegah
|
1
|
Jas laboratorium
|
Kontaminasi bahan infeksius, bahan
berbahaya dan percikan
|
2
|
Pelindung pernafasan/masker
|
Aerosol/percikan
|
3
|
Sarung tangan
|
Kontaminasi bahan infeksius, bahan
berbahaya
|
4
|
Alat bantu pipet/bulb
|
Tertelannya mikro organisme pathogen,
inhalasi aerosol, kontaminasi pada ujung tempat menghisap
|
5
|
Botol dengan tutup berulir
|
Aerosol, tetesan bahan infeksius dan
berbahaya, kontaminasi bahan berbahaya
|
6
|
Incenerator
|
|
7
|
Kabinet keamanan biologis
|
Aerosol, percikan
|
8
|
Lemari asam
|
Percikan bahan kimia
|
9
|
Pancuran air (shower)
|
Percikan bahan kimia
|
10
|
Otoklaf
|
Kontaminasi mikroorganisme pada alat
|
11
|
Pemadam kebakaran (disetiap ruangan)
|
Bahaya kebakaran
|
12
|
Peralatan P3K
|
Penanggulangan kecelakaan
|
2.8
Landasan Hukum
1.
Undang-undang RI
No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
2.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 364 Tahun 2003
Tentang Laboratorium Kesehatan Bab VI Pelayanan Pasal 12.
3.
Peraturan Pemerintah
RI No 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.
4.
Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 411 Tahun 2010 Tentang Laboratorium Klinik.
5.
Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 298 Tahun 2008 Tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium
Kesehatan.
6.
Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 52 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar